MAKALAH HUKUM PERNIKAHAN
MONOGAMI, POLIGAMI DAN PERCERAIAN DALAM ISLAM
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Segala sesuatu di alam wujud ini, diciptakan oleh Allah berpasang-pasangan,
sebagaimana firman Allah:
“Dan
segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran
Allah.”(adz-Dzaariyaat:49).
Al-Qur’an
menjelaskan bahwa manusia (pria) secara naluriah, di samping mempunyai
keinginan terhadap anak keturunan, harta kekayaan dan lain-lain, juga sangat
menyukai lawan jenisnya. Demikian juga sebaliknya wanita mempunyai keinginan
yang sama. Untuk memberikan jalan terbaik mengenai hubungan manusia yang
berlainan jenis itu, Islam menetapkan suatu ketentuan yang harus didahului,
yaitu perkawinan.
Untuk
mengetahui sejauh mana hukum pernikahan dan perceraian dalam Islam. Perlu
dilihat antara lain, bagaimana sikap Islam mengenai monogami, poligami
dan perceraian. Karena masih banyak yang menganggap hukum Islam itu tidak adil
sehubungan dengan sikap Islam yang membolehkan kaum pria menikah dengan wanita,
lebih dari satu dan jika ditinjau kembali poligami menimbulkan banyak
kemudaratan yang ditimbulkan, tidak sedikit pula yang menyebabkan perceraian.
Dalam
uraian berikut akan sedikt membahas masalah monogami, poligami dan perceraian
menurut Islam.
B. Rumusan
Masalah
1. Bagaimanakah monogami dan
poligami menurut Islam?
2. Bagaimanakah perceraian menurut
Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui hukum monogami dan poligami menurut islam
2. Untuk
mengetahui hukum perceraian menurut islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Monogami dan
Poligami Menurut Islam
1. Pengertian
monogami dan poligami.
Asas perkawinan dalam Islam pada dasarnya adalah
monogami. Monos berarti satu dan gamos berarti
perkawinan. Monogami adalah suatu sistem perkawinan dimana hanya mengawini satu
istri saja.
Sedangkan
poligami adalah perkawinan dengan dua orang perempuan atau lebih dalam waktu
yang sama[1]
Asas
monogami telah diletakkan oleh Islam sejak 15 abad yang lalu sebagai salah satu
asas perkawinan dalam Islam yang bertujuan untuk landasan dan modal utama guna
membina kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia.
2. Sejarah
dan Jenis Poligami
Poligami
atau paling tepatnya poligini, ada di setiap zaman. Sebelum Nabi Muhammad
tampil ke muka bumi. Poligami ini telah di lakukan oleh orang-orang Arab,
orang-orang Yunani yang berkebudayaan tinggi dan bangsa-bangsa lainnya di Dunia[2]
Di dalam
masyarakat manusia terdapat beberapa bentuk poligami, yaitu seorang wanita
memiliki banyak suami (poliandri), gabungan antara poligami dan poliandri,
serta seorang suami yang memiliki banyak istri (poligami). Di samping itu ada
peraturan suami istri tunggal (Monogami) dan juga free sex yang
melegalisasi wanita bebas bagi laki-laki tanpa perkawinan yang sah.[3] Diantaranya tiga macam poligami
tersebut yaitu:
a. Seorang Istri Memiliki
Banyak Suami (Poliandri)
Dalam sistem perkawinan poliandri,
banyak laki-laki mengawini seorang istri dan itu merupakan hak mereka yang
diakui oleh masyarakat. Poliandri banyak terjadi di daerah selatan dan utara
India dan di berbagai wilayah Rusia. Di daerah India, kakak beradik boleh
mengawini bersama seorang wanita. Jika laki-laki tertua menikahi seorang
wanita, maka saudara laki-lakinya yang lain turut memiliki wanita tersebut.
Pemuda yang tidak memiliki saudara-saudara maka akan sulit mendapatkan pasangan
hidup. Didalam komunitas masyarakat india, seorang wanita boleh memiliki lima,
enam, atau sepuluh orang suami. Bahkan, dia boleh bersuami lebih dari sepuluh
laki-laki dengan syarat laki-laki yang bersangkutan bersaudara atau masih
memiliki hubungan kekerabatan.
b. Gabungan Poligami Dengan
Poliandri
Jenis perkawinan yang menggabungkan
poligami dan poliandri terjadi pada golongan tertentu dari laki-laki menggauli
golongan tertentu dari wanita sebagai suami istri dengan hak yang diakui antara
mereka. Perkawinan jenis ini terjadi dalam masyarakat primitif, seperti
masyarakat daerah pegunungan Tibet, pegunungan Himalaya India, dan Australia.
Di daerah-daerah tersebut tidak jarang juga terjadi seorang laki-laki yang
menggauli adik dan kakak sendiri. Perkawinan tersebut mereka namai sebagai
perkawinan persaudaraan yang terbagi dalam dua jenis, yaitu:
a). Diperbolehkan laki-laki mengawini beberapa
wanita baik saudaranya sendiri maupun orang lain.
b).
Diperbolehkan seorang laki-laki mengawini saudaranya sendiri demi persaudaraan
seperti yang terjadi di kepulauan polinesia dan India. Di selatan India, yaitu
di masyarakat suku Taudan, jika seorang wanita menikah dengan seorang
laki-laki, maka dia sekaligus menjadi istri dari adik adik-adik suaminya.
Dan mereka sekaligus menjadi suami adik-adik wanita tersebut. Anak
pertama yang lahir bernasab kepada saudara tertentu, dan anak kedua bernasab
kepada adiknya, sebegitu seterusnya.
c. Seorang Suami Memiliki Banyak
Istri (Poligami)
Peraturan perkawinan poligami sudah
dikenal sebelum islam di setiap masyarakat yang beradapan tinggi maupun
masyarakat yang masih terbelakang, baik penyembah berhala maupun bukan. Dalam
hal ini, seorang laki-laki diperbolehkan menikah dengan dari seorang istri.
Aturan seperti itu sudah berlaku sejak dahulu pada masyarakat cina, India,
Mesir, Arab Persia, Yahudi, sisilia, Rusia, Eropa Timur, Jerman, Swiss,
Austria, Belanda, Denmark, Swedia, Inggris, Borwegia, dan lain-lain
Praktik
poligami pun dikenal di kalangan Arab sebelum Islam, seorang laki-laki berhak
menikahi sejumlah wanita yang dikehendaki tanpa ikatan maupun syarat. Di
dalam sunan Turmudzi disebutkan bahwa Ghailan bin Salamah
ats-Tsaqafi ketika masuk islam memiliki sepuluh orang istri. Masyarakat yahudi
pun membolehkan poligami tanpa batas jumlah wanita yang dinikahinya. Di dalam
taurat diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. memiliki 700 orang istri wanita
merdeka dan 300 orang istri dari kalangan budak, dan Nabi Daud a.s. memiliki 99
orang istri[4]
3. Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Poligami
Menurut
Abu Azzam Abdillah, banyak faktor yang sering memotivasi seorang pria untuk
melakukan poligami. Selama dorongan tersebut tidak menyimpang dari ketentuan
syariat, tentu tidak ada cela dan larangan untuk melakukannya. Berikut ini
beberapa faktor utama yang menjadi pertimbangan kaum pria dalam melakukan
poligami.
a. Faktor- Faktor Biologis
1). Istri yang Sakit
Adanya seorang istri yang menderita
suatu penyakit yang tidak memungkinkan baginya untuk melayani hasrat seksual
suaminya. Bagi suami yang shaleh akan memilih poligami dari pada energi ke
tempat–tempat mesum dengan sejumlah wanita pelacur
2). Hasrat Seksual yang Tinggi
Sebagian kaum pria memiliki gairah
dan hasrat seksual yang tinggi dan menggebu, sehingga baginya satu istri dirasa
tidak cukup untuk menyalurkan hasratnya tersebut.
b. Faktor Internal Rumah Tangga
Menurut
buku ‘Hitam Putih Poligami’, terdapat beberapa faktor internal rumah tangga
yang mendorong suami untuk berpoligami.
1). Kemandulan
Banyak kasus perceraian yang dilator
belakangi oleh masalah kemandulan , baik kemandulan yang terjadi pada suami
maupun yang dialami istri. Hal ini terjadi karena keinginan seseorang untuk
mendapat keturunan merupakan salah satu tujuan utama pernikahan dilakukannya.
Dalam kondisi seperti itu, seorang
istri yang bijak dan shalihah tentu akan berbesar hati dan ridha bila sang
suami menikahi wanita lain yang dapat memberikan keturunan. Di sisi lain, sang
suami tetep memposisikan istri pertamanya sebagai orang yang mempunyai tempat
di hatinya, tetap dicintainya, dan hidup bahagia bersamanya.
2). Istri yang Lemah
Ketika sang suami mendapati istrinya
dalam keadaan serba terbatas , tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas
rumahtangganya dengan baik, tidak bisa mengarahkan dan mendidik anak-anaknya,
lemah wawasan ilmu dan agamanya,serta bentuk-bentuk kekurangan lainnya.maka
pada saat itu,kemungkinan suami melirik wanita lain yang dianggapnya lebih
baik,bisa saja terjadi.dan sang istri hendaknya berlapang dada bahkan
berbahagia,karena akan ada wanita lainyang membantunya memecahkan persoalan
rumah tangganya,tanpa akan kehilangan cinta dan kasih saying suaminya.
c. Faktor Sosial
1). Banyaknya Jumlah Wanita
Di Indonesia, pada PEMILU tahun
1999, jumlah pemilih pria hanya 48%, sedangkan pemilih wanita sebanyak 52%.
Berarti dari jumlah 110 Juta jiwa pemilih tersebut, jumlah wanita adalah 57,2
juta orang dan Jumlah pria 52,8 juta orang. Padahal usia para pemilih itu
merupakan usia siap nikah.
2). Berkurangnya Jumlah Kaum Pria
Dampak paling nyata yang ditimbulkan
akibat banyaknya jumlah kematian pada kaum pria adalah semakin bertambahnya
jumlah perempuan yang kehilangan suami dan terpaksa harus hidup menjanda.lalu siapakah
yang akan bertanggung jawab mengayomi,memberi perlindungan dan memenuhi nafkah
lahir dan batinnya,jika mereka terus menjanda?solusinya tida lain,kecuali
menikah lagi dengan seorang jejaka,atau duda,atau memasuki kehidupan poligami
dengan pria yang telah beristri.itulah solusi yang lebih mulia,halal dan
baradab.
3). Lingkungan dan Tradisi
Lingkungan tempat saya hidup dan
beraktivitas sangat besar pengaruhnya dalam mempentuk karakter dan sikap hidup
seseorang. Seorang suami akan tergerak hatinya untuk melakukan poligami, jika
ia hidup di lingkungan atau komunitas yang memelihara tradisi poligami.
Sebaliknya ia akan bersikap
antipati, sungkan dan berpikir seribu kali untuk melakukannya, jika lingkungan
dan tradisi yang ada di sekitarnya menganggap poligami sebagai hal yang tabu
dan buruk, sehingga mereka melecehkan dan merendahkan para pelakunya.
4). Kemapanan Ekonomi
Inilah salah satu motivator poligami
yang paling sering saya dapati pada kehidupan modern sekarang ini. Kesuksesan
dalam bisnis dan mapannya perekonomian seseorang, sering menumbuhkan sikap
percaya diri dan keyakinan akan kemampuannya menghidupi istri lebih dari satu.
4. Beberapa
Pendapat Mengenai Poligami
Selama ini
poligami menjadi masalah yang sangat kontraversial dalam Islam. Para ulama
ortodoks berpendapat bahwa poligami adalah bagian dari syarat islam dan karena
itu pria boleh memiliki istri hingga empat orang kalau mau. Bahkan tanpa perlu
alasan apapun. Di lain pihak, kaum modernis dan pejuang hak-hak asasi wanita
berhadapan bahwa poligami diperbolehkan hanya dalam kondisi tertentu dengan
persyaratan ketat berupa keadilan bagi semua istri
Menurut
kaum modernis, pria tidak bisa begitu saja mengambil lebih dari satu istri
hanya karena dia menyukai wanita lain atau jatuh cinta dengan kecantikannya.
Mereka juga berpendapat bahwa norma Al-Qur`an sesungguhnya adalah monogami
tetapi poligami diperbolehkan hanya dalam keadaan tertentu, itu pun, sekali
lagi, disertai persyaratan keadilan yang sangat ketat
Pejuang
hak-hak wanita juga berpendapat bahwa pria tidak diciptakan oleh Allah sebagai
hewan seksual semata sehingga dia tidak dapat mengendalikan hawa nafsunya
selama istrinya mengalami menstruasi atau nifas. Ribuan pria bisa menahan diri,
tidak semua pria berkecendrungan ke arah perkawinan poligami. Kebanyakan pria
justru cenderung monogami. Mereka dapat menahan diri dari kegiatan seksual
ketika istri sakit lama dan tidak bisa tinggal bersama mereka. Bahkan ketika
sang istri sakit tanpa ada harapan sembuh. Mereka dapat melanjutkan kehidupan tanpa
kegiatan seksual dan pengorbanan ini layak dilakukan demi hubungan kasih seumur
hidup di antara suami istri.[5]
Islam
memandang poligami lebih banyak membawa resiko atau madarat dari pada
manfaatnya. Karena manusia itu menurut fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri
hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah timbul dengan kadar
tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis. Dengan demikian,
poligami itu bisa menjadi sumber konflik dalam kehidupan berumah tangga, baik
konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari istri-istrinya,
maupun konflik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing.
Karena
itu, hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab dengan
monogami akan mudah menetralisasi sifat cemburu, iri hati, dan suka mengeluh
dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Berbeda dengan kehidupan keluarga yang
poligamis, orang akan mudah peka terhadap perasaan cemburu, iri hati, dan suka
mengeluh dalam kadar tinggi, sehingga bisa mengganggu ketenangan dan dapat pula
membahayakan keutuhan keluarga.
Karena
itu, poligami hanya diperbolehkan, bila dalam keadaan darurat, misalnya istri
ternyata mandul, sebab menurut Islam, anak itu merupakan salah satu dari human
investment yang sangat berguna bagi manusia setelah ia meninggal
dunia, yakni bahwa amalnya tidak tertutup berkah dengan adanya keturunan yang
saleh yang selalu berdoa untuknya
5. Hikmah Poligami
Terlepas
dengan aturan-aturan mengenai poligami, terselip hikmah diizinkannya poligami
dalam kedaan darurat dengan syarat berlaku adil antara lain ialah sebagai
berikut:
a. Untuk
mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
b. Untuk
menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak mampu
menjalankan tuganya sebagai istri, atau ia mendapat cacat, penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
c. Untuk
menyelamatkan suami yang hypersex dari perbuatan zina dan
krisis akhlak lainnya.
d. Untuk
menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di negeri yang jumlah
wanitanya jauh lebih banyak dari kaum prianya.
6. Dampak Negatif Poligami
Al-Athar
dalam bukunya Ta’addud al-Zawzat menyebutkan empat dampak
negatif poligami, di antaranya:
a.
Poligami
dapat menimbulkan kecemburuan di antara para istri.
b.
Menimbulkan
rasa kekhawatiran istri kalau-kalau suami tidak bisa bersikap bijaksana dan
adil.
c.
Anak-anak
yang dilahirkan dari ibu yang berlainan sangat rawan untuk terjadinya
perkelahian, permusuhan dan saling cemburu.
d.
Kekacauan
dalam bidang ekonomi, bisa saja pada awalnya suami memiliki kemampuan untuk
poligami, namun tidak mustahil suatu saat akan mengalami kebangkrutan
B. Perceraian
Menurut Islam
1. Pengertian Talak
Talak
diambil dari kata ithlaq yang artinya melepaskan atau irsal (memutuskan)
atau tarkun(meninggalkan), firaaqun (perpisahan).
Yang dimaksud talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan lafazh talak
atau sebangsanya[6]
Dalam
istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah umum
dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segala bentuk
perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkan oleh hakim maupun
perceraian yang jatuh dengan sendirinyaatau perceraian karena meninggalkan
salah satupihak. Talaq dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh
suami.
Sebagaimana
disebutkan diatas talak mempunyai arti umum dan khusus, dan arti uraian diatas
dapat diambil pengertian bahwa yang dimaksud mentalak atau menceraikan istri
adalah melepaskan istri dari ikatan perkawinan yang mempunyai masa tunggu
tertentu apabila dalam masa tunggu itu si suami tidak merujuknya sehingga
habis masa iddahnya maka tidak halal lagi hubungan suami istri kecuali dengan
akad nikah baru.
Jadi
perceraian itu putusnya ikatan perkawinan akibat kesengajaan yang disengaja
oleh suami atau istri dengan sadar atau tidak terpaksa.
2. Hukum Perceraian
Para ahli
fiqih berbeda pendapat tentang hukum asal perceraian, jumlah hukum dan
alasan-alasan tertentu yang digunakan sebagai alas an perceraian. Di kalangan
ulama Hanafiah ada dua pendapat mengenai hukum asal perceraian :
a.
Jaiz,
pandanagn ini dianggap lemah
b.
Makruh
tahrim, dikatakan bahwa ini adalah hukum yang benar.
Ulama
maliki berpendapat, sesungguhnya hukum perceraian adalah makruh dan hukumnya
haram apabila perceraian itu mengakibatkan perbuatan zina.
Telah kita
ketahui bersama dalam mengarungi kehidupan rumah tangga tidak selamanya seperti
yang diidamkan, kadang-kadang terhalang oleh keadaan-keadaan yang tidak
dibayangkan sebelumnya. Misalnya pasangan suami istri yang sangat mengharapkan
kehadiran seorang anak dalam perkawinannya, namun salah satu pihak suami atau
istri ternyata mandul, terkadang pasangan suami istri tersebut dapat menerima
kenyataan pasangannya yang mandul, tetapi ada juga yang tidak bisa menerima
akhirnya timbul percekcokan yang terus menerus dan sangant sulit dihindari.
Dalam keadaan yang seperti ini kadang-kadang juga sampai berlarut-larut dan
sulit untuk diatasi, ditakutkan perselisihan suami istri akan mengakibatkan
permusuhan antara keluarga kedua belah pihak. Dengan demikian maka jalan
satu-satunya untuk menciptakan kemaslahatan, Islam mensyari’atkan
perceraiansebagai alternative terakhir.
. Walaupun
Islam menganjurkan perceraian bukan berarti boleh melakukan perceraian dengan
semaunya, akan tetapi harus ada alas an-alaan yang sah dan dapat dibenarkan
oleh syari’at Islam. Dari jenis alasan-alasan itu maka dijadikannya hukum
perceraian itu berbeda-beda. Tentang hukum perceraian ini dapat digolongkan
menjadi empat golongan:
a. Golongan yang menyatakan hukum asal
perceraian itu makruh atau mendekati makruh. Pendapat ini dilegimitasi oleh
Maliki.
b. Golongan yang menyatakan bahwa hukum
asal perceraian dikategorikan sebagai jaiz dan haram, yaitu boleh dan
terlarang. Pendapat ini dikemukakan oleh madzhab Hanafi.
c. Golongan yang menyatakan bahwa hukum
asal perceraian adalah antara terlarang dan makruh. Pendapat ini dikemukan oleh
al Kasani.
d. Sebagian ulama’ menyatakan bahwa
hukum asal perceraian adalah mubah.
Sedangkan
apabila dilihat dari sudut latar belakang munculnya talak, maka talak terbagi
dalam lima kategori :
a.
Talak wajib
Yakni
talak yang dijatukan oleh hakam (penengah) karena perpecahan anatara suami
istri yang sudah hebat, maka hakam berpendapat bahwa hanya talak yang merupakan
jalan satu-satunya jalan untuk menghentikan adanya perpecahan itu.
b.
Talakharam
Yakni apabial talak merugikan suami istri, dan apabila perbuatan talak itu tidak ada kemaslahatan yang hendak dicapai.
Yakni apabial talak merugikan suami istri, dan apabila perbuatan talak itu tidak ada kemaslahatan yang hendak dicapai.
c.
Talaksunnah
Yakni apabila talak dilakukan karena salah satu pihak melalaikan atau mengabaikan kewajiban untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa dan lain sebagainnya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istrinya menjalankan kewajiban tersebut atau istri tidak punya rasa malu.
Yakni apabila talak dilakukan karena salah satu pihak melalaikan atau mengabaikan kewajiban untuk melakukan ibadah kepada Allah SWT, seperti shalat, puasa dan lain sebagainnya padahal suami tidak mampu memaksanya agar istrinya menjalankan kewajiban tersebut atau istri tidak punya rasa malu.
d.
Talak mubah
Karena
adanya suatu sebab istri tidak dapat menjaga diri dan harta suaminya dikala
tidak ada suaminya atau karena istri tidak baik akhlak dan budi pekertinya.
e.
Talak makruh
Yakni
talak yang dijatuhkan oleh suami kepada istri yang salehah atau yang berbudi
pengerti yang mulia.
Menurut
Ibn Qayyim, hak untuk menjatuhkan Thalaq melekat pada orang yang manikahinya.
Apabila hak menikahi itu pada suami, hak talaq menjadi hak suami. Tentang hukum
asal talak, kebanyakan para ulama berpendapat bahwa talak itu terlarang,
kecuali bila disertai alasan yang benar. Menurut mereka, talak itu kufur
(ingkar, merusak, menolak) terhadap nikmat Alloh, sedangkan perkawinan adalah
salah satu nikmat dan Alloh dan kufur terhadap nikmat Alloh adalah haram. Oleh
karena itu, tidak halal bercerai, kecuali karena darurat.[7]
3. Rukun Talak
Adapun
rukun talak itu sendiri ada tiga yaitu:
a. Orang yang menceraikan (suami),
Syaratnya : Mukallaf dan tanpa paksaan dari orang lain, yakni kemauannya
sendiri
b. Ungkapan talak (shighat/lafadz
talak)
c. Orang yang diceraikan (istri)
4. Prinsip Dalam
Menjatuhkan Talak
Talak
hanya boleh dijatuhkan kalau memang sangat diperlukan dan merupakan
satu-satunya solusi. Itupun setelah melalui usaha-usaha internal maupun
eksternal dengan melibatkan hakamain. Talak sebagai emergency exit, baru dibuka
kalau memang benar-benar dalam keadaan darurat. Jadi, jelaslah bahwa penjatuhan
talaq terkesan dihalangi. Itu pertanda bahwa Islam menghendaki bahwa suatu
perkawinan hanya dilaksanakan sekali selama hidup
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Monogami
adalah perkawinan dengan istri tunggal, artinya seorang laki-laki menikah
dengan seorang perempuan. Sedangkan poligami adalah perkawinan dengan dua orang
perempuan atau lebih dalam waktu yang sama.
2.
Poligami
atau paling tepatnya poligini, ada di setiap zaman. Sebelum Nabi Muhammad
tampil ke muka bumi. Poligami ini telah di lakukan oleh orang-orang Arab,
orang-orang Yunani yang berkebudayaan tinggi dan bangsa-bangsa lainnya di Dunia
3.
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya poligami antara lain: Faktor
biologis, faktor internal rumah tangga dan faktor sosial.
4.
Perbedaan
pendapat tentang permasalahan poligami
5.
Dalam
poligami ada beberapa hikmah yang tekandung di dalamnya, selain itu, dalam
poligami juga ada dampak nigativnya
6.
Talak
diambil dari kata ithlaq yang artinya melepaskan atau irsal (memutuskan)
atau tarkun(meninggalkan), firaaqun (perpisahan).
Yang dimaksud talak adalah melepaskan ikatan perkawinan dengan lafazh talak
atau sebangsanya.
7.
Dalam
istilah fiqih, perkataan talaq mempunyai dua arti yaitu arti yamg sudah umum
dan arti yang khusus. Talaq menurut arti yang umum ialah segala bentuk
perceraian baik yang dijatuhkan oleh suami yang ditetapkan oleh hakim maupun
perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalkan
salah satu pihak. Talaq dalam arti khusus ialah perceraian yang dijatuhkan oleh
suami.
8.
Perbedaan
pendapat ulama tentang hokum talak
9.
Rukun
talak ada tiga , yaitu orang yang mentalak (suami), shighat/lafadz talak dan
orng yang di talak(istri)
10. Talak hanya boleh dijatuhkan kalau
memang sangat diperlukan dan merupakan satu-satunya solusi. Itupun setelah
melalui usaha-usaha internal maupun eksternal dengan melibatkan hakamain
DAFTAR
PUSTAKA
Achmad
Kuzari, 1995. Nikah Sebagai Perikatan . Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Yusuf
Wibisono, 1980 Monogami Atau Poligami Masalah Sepanjang Masa. Jakarta:
Bulan Bintang.
Musfir
Aj-Jahrani, 1997 Poligami Dari Berbagai Persepsi. Jakarta: Gema
Insani Press.
Abu Fikri.
2007 Poligami Yang Tidak Melukai Hati?. Bandung: Mizan.
Abdul Aziz
Muhammad Azam dan Abdul Wahab Sayyaed Hawwas. 2009. Fiqh Munakahat.
Jakarta: Amzah
Amir
Syarifudin 2007 Hukum Perkewainan Islam Di Indonesia Antara Fiqh
Munakahat Dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Prenada Media
[2] Yusuf
Wibisono, Monogami Atau Poligami Masalah Sepanjang Masa (Jakarta:
Bulan Bintang, 1980), h. 47.
[7] Amir
Syarifudin, Hukum Perkewainan Islam Di Indonesia Antara Fiqh Munakahat
Dan Undang-Undang Perkawinan.
(Jakarta: Prenada Media, 2007) h.199
DOWNLOAD MAKALAHNYA DISINI
loading...
0 Comment to "Makalah Hukum Monogami, Poligami dan Perceraian Dalam Islam"
Post a Comment