Monday, January 30, 2017

Makalah PAI : Qadha dan Qadar

Berikut ini adalah makalah PAI tentang Qadha dan Qadar. Silakan dicopy saja jika diperlukan, semoga bermanfaat...


MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
QADHA DAN QADAR

BAB I
PENDAHULUAN

A . Latar belakang
            Hidup ini memang penuh dengan warna. Dan ingatlah  bahwa hakikat warna-warni kehidupan yang sedang kita jalani di dunia ini telah Allah tuliskan (tetapkan) dalam kitab “Lauhul Mahfudz” yang terjaga rahasianya dan tidak satupun makhluk Allah yang mengetahui isinya. Semua kejadian yang telah terjadi adalah kehendak dan kuasa Allah SWT.Begitu pula dengan bencana-bencana yang akhir-akhir ini sering menimpa bangsa kita. Gempa, tsunami, tanah longsor, banjir, angin ribut dan bencana-bancana lain yang telah melanda bangsa kita adalah atas kehendak, hak, dan kuasa Allah SWT.Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah SWT, seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah SWT.
            Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan Ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka kita harus berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, dan berusaha keras untuk menggapai cita-cita tertinggi yang diinginkan setiap muslim yaitu melihat Rabbul’alamin dan menjadi penghuni Surga.
            Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini.
B . Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penyusunan makalah ini adalah:
            1. Apa yang dimaksud dengan iman qada’ dan qadar?
            2.  Apa fungsi beriman kepada qada’dan qadar Allah SWT?
            3.  Bagaimana ciri – ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?
            4.  Bagaimana hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan qadar?
C. Tujuan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Untuk memahami iman kepada qada’ dan qadar
2.   Untuk memahami fungsi iman kepada qada’ dan qadar
3.    Untuk mengetahui ciri-ciri orang yang beriman kepada qada’ dan qadar
4.   Untuk mengetahui hikmah bagi orang yang beriman kepada qada’ dan  qadar

  




BAB II
PEMBAHASAN

A.    IMAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR
Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun.Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang. Terdapat beberapa permasalahan yang harus dipahami oleh setiap muslim terkait masalah takdir ini. Semoga paparan ringkas ini dapat membantu kita untuk memahami keimanan yang benar terhadap takdir Allah. Wallahul musta’an.

a.    Qadha’ dan Qadar
Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika disebutkan qadha’ saja maka mencakup makna qadar, demikian pula sebaliknya.Namun jika disebutkan bersamaan, maka qadha’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu.Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali, dengan demikian qadar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qadha’.

Pengertian Qadha dan Qadar Menurut bahasa  Qadha memiliki beberapa pengertian yaitu: hukum, ketetapan, kehendak, pemberitahuan, penciptaan. Menurut istilah Islam, yang dimaksud dengan qadha adalah ketetapan Allah sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya tentang segala sesuatu yang berkenan dengan makhluk. Sedangkan Qadar, arti qadar menurut bahasa adalah: kepastian, peraturan, ukuran. Adapun menurut Islam qadar perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah terhadap semua makhluk dalam kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan ridah-Nya. Artinya: yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagiNya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya (QS .Al-Furqan ayat 2).[1]


b.   Definisi qadha’ dan qadar serta kaitan di antara keduanya
1.   Qadar
Qadar, menurut bahasa yaitu: Masdar (asal kata) dari qadara-yaqdaru-qadaran, dan adakalanya huruf daal-nya disukunkan (qa-dran). Ibnu Faris berkata, “Qadara: qaaf, daal dan raa’ adalah ash-sha-hiih yang menunjukkan akhir/puncak segala sesuatu. Maka qadar adalah: akhir/puncak segala sesuatu. Dinyatakan: Qadruhu kadza, yaitu akhirnya. Demikian pula al-qadar, dan qadartusy syai’ aqdi-ruhu, dan aqduruhu dari at-taqdiir.”[2]

Qadar (yang diberi harakat pada huruf daal-nya) ialah: Qadha’ (kepastian) dan hukum, yaitu apa-apa yang telah ditentukan Allah Azza wa Jalla dari qadha’ (kepastian) dan hukum-hukum dalam berbagai perkara Takdir adalah: Merenungkan dan memikirkan untuk menyamakan sesuatu. Qadar itu sama dengan Qadr, semuanya bentuk jama’nya ialah Aqdaar. Qadar, menurut istilah ialah: Ketentuan Allah yang berlaku bagi semua makhluk, sesuai dengan ilmu Allah yang telah terdahulu dan dikehendaki oleh hikmah-Nya. Atau: Sesuatu yang telah diketahui sebelumnya dan telah tertuliskan, dari apa-apa yang terjadi hingga akhir masa. Dan bahwa Allah Azza wa Jalla telah menentukan ketentuan para makhluk dan hal-hal yang akan terjadi, sebelum diciptakan sejak zaman azali.

Allah Subhanahu wa Ta’ala pun mengetahui, bahwa semua itu akan terjadi pada waktu-waktu tertentu sesuai dengan pengetahuan-Nya dan dengan sifat-sifat tertentu pula, maka hal itu pun terjadi sesuai dengan apa yang telah ditentukan-Nya. Atau: Ilmu Allah, catatan (takdir)-Nya terhadap segala sesuatu, kehendak-Nya dan penciptaan-Nya terhadap segala sesuatu tersebut.

2.   Qadha’
            Qadha’, menurut bahasa ialah: Hukum, ciptaan, kepastian dan penjelasan. Asal (makna)nya adalah: Memutuskan, menentukan sesuatu, mengukuhkannya, menjalankannya dan menyelesaikannya. Maknanya adalah mencipta.[3]

c.    Kaitan Antara Qadha’ dan Qadar
Dikatakan, bahwa yang dimaksud dengan qadar ialah takdir, dan yang dimaksud dengan qadha’ ialah penciptaan.
Yakni, menciptakan semua itu.
Qadha’ dan qadar adalah dua perkara yang beriringan, salah satunya tidak terpisah dari yang lainnya, karena salah satunya berkedudukan sebagai pondasi, yaitu qadar, dan yang lainnya berkedudukan sebagai bangunannya, yaitu qadha’. Barangsiapa bermaksud untuk memisahkan di antara keduanya, maka dia bermaksud menghancurkan dan merobohkan bangunan tersebut.
Dikatakan pula sebaliknya, bahwa qadha’ ialah ilmu Allah yang terdahulu, yang dengannya Allah menetapkan sejak azali. Sedangkan qadar ialah terjadinya penciptaan sesuai timbangan perkara yang telah ditentukan sebelumnya.Ibnu Hajar al-Asqalani berkata, “Mereka, yakni para ulama mengatakan, ‘Qadha’ adalah ketentuan yang bersifat umum dan global sejak zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian dan perincian-perincian dari ketentuan tersebut.”
Dikatakan, jika keduanya berhimpun, maka keduanya berbeda, di mana masing-masing dari keduanya mempunyai pengertian sebagaimana yang telah diutarakan dalam dua pendapat sebelumnya, dimana jika salah satu dari kedunya disebutkan sendirian, maka yang lainnya masuk di dalam (pengertian)nya.

d.  Hubungan antara Qadha’ dan Qadar
Pada uraian tentang pengertian qadha’ dan qadar dijelaskan bahwa antara qadha’ dan qadar selalu berhubungan erat .Qadha’ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah sejak zaman azali.Qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau hukum Allah.Jadi hubungan antara qadha qadar ibarat rencana dan perbuatan.[4]

B.      Fungsi Iman Kepada Qadha’ dan Qadar

Allah SWT mewajibkan umat manusia untuk beriman kepada qada dan qadar (takdir), yang tentu mengandung banyak fungsi (hikmah atau manfaat), yaitu antara lain :[5]

·           Memperkuat keyakinan bahwa Allah SWT, pencipta alam semesta adalah tuhan Yang Maha Esa , maha kuasa, maha adil dan maha bijaksana. Keyakinan tersebut dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk melakukan usaha-usaha yang bijaksana, agar menjadi umat (bangsa) yang merdeka dan berdaulat. Kemudian kemerdekaan dan kedaulatan yang di perolehnya itu akan di manfaatkannya secara adil, demi terwujudnya kemakmuran kesejahteraan bersama di dunia dan di akherat.
·           Menumbuhkan kesadaran bahwa alam semesta dan segala isinya berjalan sesuai dengan ketentuan – ketentuan Allah SWT (sunatullah) atau hukum alam. Kesadaran yang demikian dapat mendorong umat manusia (umat islam) untuk menjadi ilmuan-ilmuan yang canggih di bidangnya masing-masing, kemudian mengadakan usaha-usaha penelitian terhadap setiap mahluk Allah seperti manusia, hewan, tumbuhan, air, udara, barang tambang, dan gas. Sedangkan hasil – hasil penelitiannya di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia kearah yang lebih tinggi. (lihat dan pelajari Q.S. Almujadalah, 58 : 11)
·           Meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Iman kepada takdir dapat menumbuhkan kesadaran bahwa segala yang ada dan terjadi di alam semesta ini seperti daratan, lautan, angkasa raya, tanah yang subur, tanah yang tandus, dan berbagai bencana alam seperti gempa bumi, gunung meletus, serta banjir semata-mata karena kehendak, kekuasaan dan keadilan Allah SWT. Selain itu, kemahakuasaan dan keadilan Allah SWT akan di tampakkan kepada umat manusia, takkala umat manusia sudah meninggal dunia dan hidup di alam kubur dan alam akhirat. Manusia yang ketika di dunianya bertakwa, tentu akan memperoleh nikmat kubur dan akan di masukan kesurga, sedangkan manusia yang ketika di dunianya durhaka kepada Allah dan banyak berbuat dosa, tentu akan memperoleh siksa kubur dan di campakan kedalam neraka jahanam. (lihat dan pelajari Q.S. Ali Imran, 3 : 131 – 133).
·           Menumbuhkan sikap prilaku dan terpuji, serta menghilangkan sikap serta prilaku tercela. Orang yang betul-betul beriman kepada takdir (umat islam yang bertakwa ) tentu akan memiliki sikap dan prilaku terpuji seperti sabar, tawakal, qanaah, dan optimis dalm hidup. Juga akan mampu memelihara diri dari sikap dan prilaku tercela, seperti: sombong, iri hati, dengki, buruk sangka, dan pesimis dalam hidup. Mengapa demikian? Coba kamu renungkan jawabannya! (lihat dan pelajari Q.S. Al-Hadid, 57 : 21-24)
·           Mendorong umat manusia (umat islam) untuk berusaha agar kualitas hidupnya meningkat, sehingga hari ini lebih baik dari hari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini. Umat manusia (umat islam) jika betul-betul beriman kepada takdir, tentu dalam hidupnya di dunia yang sebenar ini tidak akan berpangku tangan. Mereka akan berusaha dan bekerja dengan sungguh-sungguh di bidangnya masing-masing, sesuai dengan kemampuannya yang telah di usahakan secara maksimal, sehingga menjadi manusia yang paling bermanfaat. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “sebaik-baiknya manusia ialah yang lebih bermanfaat kepada manusia”. (H.R. At-Tabrani).

C.    Ciri-ciri orang yang beriman kepada qada dan qadar
             Seorang muslim yang percaya akan adanya ketentuan Allah swt pastinya memiliki tingkat ketaatan yang tinggi. Karena ketentuan Allah swt menyangkut hidup di dunia dan di akherat. Adapun ciri-ciri orang yang beriman kepada qada dan qadarnya Allah swt adalah :[6]
·         Mentaati perintah Allah swt dan menjauhi serta meninggalkan segala larangan Allah swt
·         Berusaha dan bekerja secara maksimal
·         Tawakkal kepada Allah swt secara menyeluruh dan berdoa
·         Mengisi kehidupan di dunia dengan hal-hal positif untuk mencapai kebahagiaan hidup di akhirat
·         Memperhatikan dan merenungkan kekuasaan dan kebesaran Allah swt
·         bersabar dalam menghadapi cobaan

D.  Hikmah Beriman kepada Qada dan qadar
Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain: [7]
o   Melatih diri untuk banyak bersyukur dan bersabar
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, karena hal tersebut merupakan ujian
o   Menjauhkan diri dari sifat sombong dan putus asa
Orang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.
o   Memupuk sifat optimis dan giat bekerja
Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung.Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan.Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.
o   Menenangkan jiwa
Orang yang beriman kepada qadha dan qadar senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.




BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
            Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah,sebaliknya baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.Karena dalam kaitan dengan takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik dari Allah.

B. SARAN
            Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-hari.Oleh karena itu,saya menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita.Serta Kita harus senantiasa bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah


  

DAFTAR PUSTAKA


Miftah Faridl. 1995. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.

T.Ibrahim, H.Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak.Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri
Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.



[1]Toto Suryana, Dkk. 2009.Pendidikan Agama Islam. Bandung: Tiga Mutiara.
[2]T.Ibrahim, H.Darsono. 2013. Membangun Aqidah dan Akhlak.Solo: Tiga Serangakai Pustaka Mandiri.
[3]Ibid, hal: 29.       
[4]Miftah Faridl. 2004. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka.
[5]Ibid, hal: 34
[6]Ibid, hal: 35.

[7]Miftah Faridl. 1999. Pokok-pokok Ajaran Islam. Bandung: Penerbit Pustaka


DOWNLOAD MAKALAHNYA DISINI

Wednesday, January 25, 2017

Menjauhi Istri Ketika Haid

Berikut ini adalah makalah untuk mata kuliah Ayat Ahkam, silakan dicopas bagi yang membutuhkan, semoga bermanfaat ...


MAKALAH MENJAUHI ISTRI KETIKA HAID


KATA PENGANTAR

            Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Menjauhi Istri ketika Haid”. Alhamdulillah makalah ini selesai tepat pada waktunya.
             Makalah ini berisi informasi tentang haid dan anjuran untuk menjauhi istri ketika haid berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita semua tentang bagaimana pengertian haid dan apa saja yang dilarang serta diperbolehkan bagi wanita selama haid.
              Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak  yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
             Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kami. Amin.

           Batumarta,      Oktober 2016

Penulis



( Aisya Adila )

  

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah
Dalam dunia modern ini kita sering sekali tidak menghiraukan aturan-aturan yang telah dibuat oleh Allah SWT untuk umatnya. Oleh sebab itu dalam makalah ini penulis mengangkat topik “Haid Dalam Fiqih Muslimah”, bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan penjelasan tentang apa saja yang diperbolehka dan tidak.
Dan semoga makalah ini dapat diaplikasikan dalam kehidupan nyata dan kita dapat terhindar dari perbuatan dosa, yang dapat mencelakakan kita, semoga kita mendapatkan ridho-Nya.

1.2    Tujuan Penulisan
Adpun tujuan daripenulisan makalah ini yaitu :
a.        Memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam
b.        Mengetahui sejauh mana pengertian, batasan yang dilarang dan diperbolehkan dalam masa haid













BAB II
ISI MATERI

2.1.    Definisi Haid
Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam kondisi sehat, tidak karena melahirkan atau pecahnya selaput dara.

2.2.    Masa Haid
Banyak ulama berpendapat bahwa masa haid dimulai setelah wanita mencapai usia minimal 9 tahun. Apabila wanita melihat darah sebelum mencapai usia ini, maka itu bukan darah haid, tetapi darah penyakit.
Terkadang darah haid berlangsung hingga akhir umur dan tidak ada dalil bahwa haid mempunyai batas akhir. Maka bila mana perempuan yang sudah tua melihat darah, itu adalah haid. Hal ini banyak diterangkan oleh bebrapa madzhab fiqih secara rinci :
a)        Malikiyah (Pengikut Imam maliki)
Pengikut imam Maliki berpendapat bahwa apabila darah keluar dari gadis remaja 9-13 tahun, kemudian wanita itu ditanya tentang hal itu. Bila mereka beranggapan bahwa darah itu haid atau ragu, maka ia telah haid. Dan bila mereka menyatakan bahwa itu bukan darah haid, maka ia belum haid, tetapi itu darah penyakit (istihadhah) dan mereka harus diperiksa oleh dokter yang jujur.
Apabila darah itu keluar dari wanita yang usianya telah 13-50 tahun, maka itu yang pasti darah haid. Jika ada darah keluar dari wanita yang usianya telah 50-70 tahun, maka wanita itu ditanya tentang hal itu. Bilamana darah itu keluar dari wanita yang berumur 70 tahun, maka itu pasti bukan darah haid, tetapi (istihadhah) penyakit.
Begitu pula jika darah itu keluar dari gadis yang umurnya belum mencapai 9 tahun.

b)        Hanafiah (Pengikut Imam Hanafi)
Ahli fiqih imam Hanafi berpendapat, apabila darah keluar dari anak perempuan berumur 9 tahun, maka darah itu adalah darah haid menurut madzhab yang terpilih. Apabila wanita mulai melihat darah haid, maka ia harus meninggalkan puasa dan shalat sampai usia putus haid, yaitu ketika mencapai usia 53 tahun menurut madzhab yang terpilih. Dan apabila darah keluar pada usia diatas 55 tahun, maka itu bukan darah haid.
c)        Hanabilah (Pengikut Imam Hambali)
Pengikut imam Hambali menetapkan batas usia putus haid adalah 50 tahun. Andaikata wanita melihat darah diatas usia itu, maka bukan darah haid walaupun memancar kuat.
d)       Syafi’iah (Pengikut Imam Syafi’i)
Fuqaha Syafi’i berpendapat bahwa tidak ada batas akhir bagi usia haid. Mungkin haid berlangsung selama wanita masih hidup. Akan tetapi pada umumnya ia berhenti sesudah umur 62 tahun, itu adalah usia putus haid pada umumnya.
2.3.    Sifatnya
Diantara sifat-sifat yang menjadi ciri darah haid ialah bahwa darah haid itu darah yang kehitam-hitaman dan baunya tidak sedap.

2.4.    Warnanya
Darah haid mempunyai warna berbeda disamping sifatnya yang khas dan umum. Perbedaan warna itu dilihat ketika wanita itu dimasa haid. Ada 6 warna yaitu : hitam, merah, kuning, keruh, hijau dan abu-abu. Warna hitam dan merah adalah haid sebagaimana telah disepakati hadits berikut ini :
·          Dari Urwah bahwa fatimah binti Abi Jahsyin mengalami istihadhah, maka Nabi SAW berkata kepadanya “Apabila darah haid, maka warnanya hitam dan sudah dikenal, oleh karena itu tinggalkan shalatmu. Bilamana lain warnanya itu adalah urat terputus”. (HR Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibbah dan Al-hakim)
·         Asy-Syaukani menyatakan “Hadits itu menunjukan bahwa darah haid diketahui dengan sifatnya. Jika darahnya berwarna hitam, ia adalah darah haid. Kalau tidak, maka ia adalah darah istihadhah”

Para imam madzhab berselisih tentang hal itu :
·      Hanafiyah dan Syafi’iah menyatakan, ia adalah haid jika keluar pada hari haid, yaitu sepuluh hari menurut Hanafiyah danü lima belas hari menurut fuqaha Syafi’iyah
·      Menurut Malikiyah, ia adalah haid pada hari-hari kebiasaanya dan tiga hari sesudahnya untuk membersihkan diri.
·      Hanabilah berpendapat, ia adalah haid pada hari-hari kebiasaan dan tidak diperhitungkan diluar hari-hari kebiasaannya
·      Abu Yusuf menyatakan, warna keruh tidak dianggap haid, kecuali sesudah keluarnya darah.
·      Sedangkan Ibnu Hazm, Ats-Tsauri dan Al-Aiza’iy menegaskan bahwa warna keruh dan kuning bukanlah haid sama sekali.

2.5.    Waktu Lamanya Haid
Menurut Syafi’iyah sedikitnya masa haid adalah satu hari satu malam, menurut Maliki satu jam dan menurut Abi Hanifah tiga hari.
Sedikitnya masa haid adalah tiga hari tiga malam dan pertengahannya lima hari dan sebanyak-banyaknya sepuluh hari. Tidak disyaratkan harus keluar darah dalam setiap saat, tetapi cukup pada awalnya meskipun diselingi masa suci dan seluruhnya dianggap haid. Dari Ar-Rabi bin shabih, ia mendengar Anas berkata “Masa haid tidak lebih dari sepuluh hari“. Asy-Syeikh Mahmud Khattab As-Subki berkata “Jelas tidak disyarakatkan keluarnya darah selama 3 hari atau sepuluh hari tanpa berhenti. Akan tetapi yang diperhitungkan adalah masa permulaan haid dan berakhirnya”.
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa sedikitnya masa suci yang memisahkan antara dua haid adalah 15 hari.

2.6.    Larangan Selama Haid
Bagi wanita haid dilarang melakukan shalat, puasa, masuk masjid, membaca Al-Qur’an dan menyentuhnya, melakukan thawaf dan berhubungan badan.   
1.      Berhubungan badan setelah berhenti darah
Asy-Syeikh Mahmud Khattab As-Subki menyatakan bahwa jumhur ulama berpendapat “Diharamkan bergaul dengan istri ketika berhenti darah haidnya, sebelum mandi walaupun setelah batas maksimal”. Allah SWT befirman : “Dan janganlah kamu mendekati mereka (istri) hingga mereka suci”. (Al-Baqarah : 222)
2.      Larangan shalat dan puasa bagi wanita haid
Dari Abi Said dalam sebuah riwayatnya, bahwa Nabi SAW bertanya kepada para wanita “Bukankah kesaksian wanita separuh dari kesaksian orang lelaki ?” mereka menjawab “Ya” Nabi SAW bersabda “Itu merupakan bukti kelemahan akalnya. Bukanlah bila haid ia tidak shalat dan tidak puasa?” mereka menjawab “Ya” Nabi SAW bersabda “Itu merupakan kekurangan agamanya”.
As-Syaukani berkata, kata-kata tidak shalat dan tidak puasa menunjukan bahwa larangan bagi wanita haid untuk puasa dan shalat setelah berlaku sebelum peristiwa itu. Hadits tersebut menunjukan tidak wajib shalat dan puasa bagi wanita yang sedang haid. Dan ini merupakan konsensus ulama. Hadits itu menunjukan bahwa akal bisa bertambah dan berkurang, begitu pula iman. Para ahli fiqih sepakat bahwa wanita yang haid tidak wajib meng-qadha shalat dan wajib meng-qadha puasa.
3.      Makan bersama wanita haid
Sebagian besar ulama berpendapat bahwa firman Allah SWT “Maka jauhilah mereka (istri) disaat mengalami haid” adalah menjauhi dan tidak makan bersama.
Akan tetapi disebutkan dalam sunnah keterangan yang menetapkan maksud ayat itu adalah menjauhi persetubuhan dengan wanita. Bahkan ada riwayat bahwa Rasulullah SAW, pernah meletakan mulutnya pada tempat bekas mulutnya Aisyah. Jadi tidak ada larangan untuk makan bersama waktu haid.

2.7.   Yang Diperbolehkan Bagi Laki-Laki Terhadap Istri Yang Sedang Haid
a.              Dari Anas bin Malik “Wanita kaum Yahudi dahulu apabila haid, mereka tidak makan bersamanya dan tidak dan tidak berkumpul dengannya dalam satu rumah”. Para sahabat Nabi SAW bertanya, kemudian Allah SWT menurunkan ayat :
وَيَسۡ‍َٔلُونَكَ عَنِ ٱلۡمَحِيضِۖ قُلۡ هُوَ أَذٗى فَٱعۡتَزِلُواْ ٱلنِّسَآءَ فِي ٱلۡمَحِيضِ وَلَا تَقۡرَبُوهُنَّ حَتَّىٰ يَطۡهُرۡنَۖ فَإِذَا تَطَهَّرۡنَ فَأۡتُوهُنَّ مِنۡ حَيۡثُ أَمَرَكُمُ ٱللَّهُۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلۡمُتَطَهِّرِينَ ٢٢٢
“Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, “Haid itu adalah kotoran, oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita diwaktu haid”. (Al-Baqarah : 222)
a.              Kemudian Rasulullah SAW menjawab “Lakukan segala sesuatu kecuali nikah”.
Dalam lafal ini “kecuali jima (bersetubuh)”
b.             Dari Ikrimah dari salah seorang Istri Nabi SAW, bahwa “Nabi SAW apabila menginginkan sesuatu dari istrinya yang haid, beliau letakkan sesuatu diatas kemaluannya” (HR Al-Jamaah kecuali Bukhari)
c.              Marwan bin Ajda bertanya kepada Aisyah RA, “Apa yang boleh disentuh laki-laki dan istri yang sedang haid ?”Aisyah menjawab, “Setiap sesuatu, kecuali kemaluan” (HR Bukhari)
d.             Dari Hizam bin Hakim dari pamannya, bahwa ia bertanya kepada Rasulullah SAW “Apa yang halal dari istri ketika ia haid ?” Nabi SAW menjawab “bagian-bagian yang diatas sarung”

Dari hadits-haits ini kita lihat bahwa hadits pertama menunjukan diperbolehkan menikmati seluruh badan tanpa menunjuk suatu tempat tertentu, kecuali kemaluan.
Hadits kedua menunjukan diperbolehkan menikmati bagian tubuh istri yang haid diatas sarug yang dipakai dan tidak boleh anggota lainnya.

2.8.    Kaparat (Tebusan) Bagi Laki-Laki yang Menggauli Istri yang Haid
Dari Ibnu Abas, Nabi SAW, menjelaskan tentang laki-laki yang meggauli istrinya yang sedang haid, ia harus mengeluarkan sedekah satu dinar atau setengah dinar.
Para ulama berbeda pendapat tentang kaparat dalam hadits ini, Asy-Syaukuni menyatakan bahwa “Hadits itu menunjukan kewajiban kaparat bagi orang yang menggauli istri yang sedang haid. Pendapat itu mengikuti Ibnu Abbas, Hasan Al-Bashri, Said bin Jubar, Qatadah Al-Auza’iy, Ishaq dan Ahmad.
Mereka berselisih tentang jenis kaparatnya. Al-hasan dan said berpendapat, membebaskan seorang budak, yang lain berpendapat uang satu atau setengah dinar sesuai dengan perbedaan penghasilan mereka. Ia menambahkan, itulah riwayat yang paling sahih dari Asy-Syafi’i dan Ahmad diantara dua riwayat yang telah dikemukakan. Mayoritas ulama salaf berpendapat, tidak ada kaparat baginya, tetapi wajib beristighfar (Bertaubat).

2.8. Hikmah Menjauhi Istri Ketika Haid
Islam sebagai jalan hidup bagi manusia telah sempurna mengatur tata cara dan ibadah para pemeluknya. Melalui Al Qur’an dan Hadis yang diwariskan Muhammad SAW kepada umatnya, telah ada larangan-larangan yang harus dijauhi dan perintah yang wajib ditaati.
Dalam ajaran Islam, hubungan suami-istri pada saat istri sedang masa haid atau menstruasi merupakan perbuatan terlarang. Dalam dunia medis pun, hal itu juga tidak disarankan. Bahkan berpotensi kuat merugikan kedua pasangan.
Tak dipungkiri bahwa hubungan suami istri adalah aktivitas paling menyenangkan bagi banyak orang. Selain meningkatkan keharmonisan rumah tangga, hubungan suami istri juga meningkatkan keharmonisan secara keseluruhan.

Laura Berman, PhD, seorang pakar seks dan terapis dari Feinberg School of Medicine, Northwestern University, Chicago seperti dilansir DuniaFitnes.com mengatakan, berhubungan seks saat haid dapat merugikan kesehatan kedua pasangan. Beberapa risiko kesehatan yang bisa terjadi akibat melakukan seks saat haid antara lain:
1.      Penyakit Menular Seksual
Saat wanita mengalami menstruasi leher rahim akan terbuka. Terbukanya leher rahim tersebut dapat mempermudah kuman dan bakteri masuk bahkan menyebar hingga ke rongga pinggul. Wanita juga berpotensi tertular virus HIV dan hepatitis jika melakukan hubungan seks saat menstruasi.
2.      Risiko Infeksi
Saat menstruasi, dinding vagina akan mengalami inflamasi atau pembengkakan sebagai proses alami tubuh. Saat inflamasi terjadi, lapisan dinding rahim akan mengalami peluruhan berbarengan dengan keluarnya darah haid. Darah tersebut merupakan media yang berpotensi mengembangkan kuman dan bakteri yang bisa mengakibatkan infeksi saluran kencing, sperma, dan prostat pada pria.
3.      Endometriosis
Istilah tersebut pasti masih asing di telinga Anda. Endometriosis mengacu pada pertumbuhan sel-sel di luar endometrium (dinding rahim) atau di tempat lain. Dalam tingkat lanjut pertumbuhan sel-sel tersebut akan memicu rasa nyeri saat haid, atau biasa disebut dengan dismenore.
Salah satu faktor penyebab endometriosis adalah regurgitasi atau aliran balik darah haid dari dalam rahim ke saluran indung telur dan masuk ke dinding perut. Ini dapat terjadi jika Anda melakukan hubungan seks saat haid.
Tak hanya itu, risiko infeksi juga semakin meningkat baik pada pria maupun wanita. Tingkat keasaman dan kemampuan lendir vagina untuk melawan bakteri saat berhubungan seks akan mengalami penurunan, sehingga berpotensi mengembangkan bakteri dan kuman yang membahayakan kesehatan.
4.      Sudden Death
Gerakan penis pada saat berhubungan seks di masa haid juga bisa menjadi pemicu terjadinya gelembung udara ke pembuluh darah yang terbuka. Para ahli medis mengkhawatirkan, jika emboli atau gelembung udara tersebut masuk ke dalam pembuluh darah maka akan mengakibatkan penyumbatan pembuluh darah dan bisa mengakibatkan “sudden death” atau mati mendadak.

Beberapa risiko di atas merupakan uraian penjelasan dalam sudut pandang kesehatan dan medis. Namun tahukah Anda, 1500 tahun silam, Islam sudah memberitahu hal tersebut melalui Al Qur’an dalam surat Al Baqarah ayat 222.
Dalam ayat tersebut dijelaskan: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka (berhubungan suami istri_red), sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Oleh karenanya, hindarilah berhubungan seks pada saat istri haid. Jika tidak bisa menahan hasrat seksual, komunikasikan permasalahan seksual Anda bersama istri dan temukan jalan keluar terbaik demi keharmonisan hubungan Anda.







BAB III
PENUTUP

3.1.    Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa “Haid adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam kondisi sehat, tidak karena melahirkan atau pecahnya selaput dara”.
·           Darah haid bersifat darah yang kehitam-hitaman dan baunya tidak sedap.
·           Warna darah haid berbeda-beda, ada 6 warna yaitu : hitam, merah, kuning, keruh, hijau dan abu-abu.
·           Lamanya haid adalah tiga hari tiga malam dan pertengahannya lima hari dan sebanyk-banyaknya sepuluh hari.
·           Yang dilarang selama haid, melakukan shalat, puasa, masuk masjid, membaca Al-Qur’an dan menyentuhnya melakukan thawaf dan berhubungan badan.
·           Kaparat (tebusan) bagi laki-laki yang menggauli istri yang sedang haid ia harus mengeluarkan sedekah satu dinar atau setengah dinar.

3.2 Saran
Akhir kata tidak ada hasil pemikiran yang baik kecuali memberikan manfaat bagi orang lain. Penulis berharap semoga kita semua dapat mengambil hikmah dari makalah ini dan mewujudkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Saran dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan sebagai bahan perbaikan bagi penulis dalam penyusunan makalah selanjutnya.





DAFTAR PUSTAKA