MAKALAH
MASA KEMAJUAN ISLAM I
( 650 – 1000 M )
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Nabi
Muhammad SAW tidak meninggalkan wasiat tentang siapa yang akan menggantikan
beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat. Beliau
nampaknya menyerahkan persoalan tersebut kepada kaum muslimin sendiri untuk
menentukannya. Karena itulah, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Anshar berkumpul di balai
kota Bani Sa'idah, Madinah. Mereka memusyawarahkan siapa yang akan dipilih
menjadi pemimpin. Musyawarah itu berjalan cukup alot karena masing-masing
pihak, baik Muhajirin maupun Anshar, sama-sama merasa berhak menjadi pemimpin
umat Islam. Namun, dengan semangat ukhuwah Islamiyah yang tinggi, akhirnya, Abu
Bakar terpilih. Rupanya, semangat keagamaan Abu Bakar mendapat penghargaan yang
tinggi dari umat Islam, sehingga masing-masing pihak menerima dan membaiatnya.
Kemajuan
suatu umat Muslim di Timur sana tidak lepas dari peran Khalifah Rasyidah, Khilafah Bani Umayyah dan Khilafah Bani
Abbasiyah. Mereka
tersebut yang berusaha membuat Umat islam ini menjadi berkembang semakin pesat.
Dengan tekat yang kuat mereka memperluas kekuasaannya. Dalam makalah ini, akan dijelaskan tentang
masa kemajuan umat islam pada 650-100 Masehi yaitu pada Khilafah Bani Rasyidah,
Khilafah Bani Umayyah dan Khilafah Bani Abbasiyah.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana kemajuan peradaban Islam
pada masa Khilafah Rasyidah?
2.
Bagaimana kemajuan peradaban Islam
pada masa Khilafah Bani Umayyah?
3.
Bagaimana kemajuan peradaban Islam
pada masa Khilafah Abbasiyah?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KHILAFAH
RASYIDAH
Khilafah Rasyidah merupakan pemimpin
umat Islam setelah Nabi Muhammad SAW wafat, yaitu pada masa pemerintahan Abu
Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib, dimana sistem
pemerintahan yang diterapkan adalah pemerintahan yang demokratis. Sebagai pemimpin umat Islam setelah Rasul,
Abu Bakar disebut Khalifah Rasulillah (Pengganti Rasul) yang dalam perkembangan
selanjutnya disebut khalifah saja. Khalifah
adalah pemimpin yang diangkat sesudah Nabi wafat untuk menggantikan beliau
melanjutkan tugas-tugas sebagai pemimpin agama dan kepala pemerintahan. Abu Bakar menjadi khalifah hanya dua tahun.
Pada tahun 634 M ia meninggal dunia. Masa sesingkat itu habis untuk
menyelesaikan persoalan dalam negeri terutama tantangan yang ditimbulkan oleh
suku-suku bangsa Arab yang tidak mau tunduk lagi kepada pemerintah Madinah.
Mereka menganggap bahwa perjanjian yang dibuat dengan Nabi Muhammad SAW, dengan
sendirinya batal setelah Nabi wafat. Karena itu mereka menentang Abu Bakar.
Karena sikap keras kepala dan penentangan mereka yang dapat membahayakan agama
dan pemerintahan, Abu Bakar menyelesaikan persoalan ini dengan apa yang disebut
Perang Riddah (perang melawan kemurtadan). Khalid ibn Al-Walid adalah jenderal
yang banyak berjasa dalam Perang Riddah ini.
Nampaknya, kekuasaan yang dijalankan
pada masa Khalifah Abu Bakar, sebagaimana pada masa Rasulullah, bersifat
sentral; kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif terpusat di tangan
khalifah. Selain menjalankan roda pemerintahan, Khalifah juga melaksanakan
hukum. Meskipun demikian, seperti juga Nabi Muhammad SAW, Abu Bakar selalu
mengajak sahabat-sahabat besarnya bermusyawarah. Di zaman Umar gelombang ekspansi (perluasan
daerah kekuasaan) pertama terjadi; ibu kota Syria, Damaskus, jatuh tahun 635 M
dan setahun kemudian, setelah tentara Bizantium kalah di pertempuran Yarmuk,
seluruh daerah Syria jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Dengan memakai Syria
sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan 'Amr ibn 'Ash dan
ke Irak di bawah pimpinan Sa'ad ibn Abi Waqqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir
jatuh ke bawah kekuasaan Islam. Al-Qadisiyah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq,
jatuh tahun 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain
yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan
demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam sudah meliputi
Jazirah Arabia, Palestina, Syria, sebagian besar wilayah Persia, dan Mesir.
Karena
perluasan daerah terjadi dengan cepat, Umar segera mengatur administrasi negara
dengan mencontoh administrasi yang sudah berkembang terutama di Persia.
Administrasi pemerintahan diatur menjadi delapan wilayah propinsi: Makkah,
Madinah, Syria, Jazirah Basrah, Kufah, Palestina, dan Mesir. Beberapa
departemen yang dipandang perlu didirikan. Umar memerintah selama sepuluh tahun
(13-23 H/634-644 M). Masa jabatannya berakhir dengan kematian. Dia dibunuh oleh
seorang budak dari Persia bernama Abu Lu'lu'ah. Untuk menentukan penggantinya,
Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar. Dia menunjuk enam orang
sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya
menjadi khalifah. Enam orang tersebut adalah Usman, Ali, Thalhah, Zubair, Sa'ad
ibn Abi Waqqash, Abdurrahman ibn 'Auf. Setelah Umar wafat, tim ini
bermusyawarah dan berhasil menunjuk Utsman sebagai khalifah, melalui persaingan
yang agak ketat dengan Ali ibn Abi Thalib.
Di masa
pemerintahan Utsman (644-655 M), Armenia, Tunisia, Cyprus, Rhodes, dan bagian
yang tersisa dari Persia, Transoxania, dan Tabaristall berhasil direbut.
Ekspansi Islam pertama berhenti sampai di sini.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Pemerintahan Usman berlangsung selama 12 tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Usman memang sangat berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini mungkin karena umumnya yang lanjut (diangkat dalam usia 70 tahun) dan sifatnya yang lemah lembut. Akhirnya pada tahun 35 H 1655 M, Usman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang yang kecewa itu. Salah satu faktor yang menyebabkan banyak rakyat kecewa terhadap kepemimpinan Usman adalah kebijaksanaannya mengangkat keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting diantaranya adalah Marwan ibn Hakam. Dialah pada dasarnya yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Usman hanya menyandang gelar Khalifah. Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk dalam jabatan-jabatan penting, Usman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu. Dia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Dia juga tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh karabatnya dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Usman sendiri.
Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada kegiatan-kegjatan yang
penting. Usman berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar
dan mengatur pembagian air ke kota-kota. Dia juga membangun jalan-jalan,
jembatan-jembatan, masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah. Setelah Utsman wafat, masyarakat
beramai-ramai membaiat Ali ibn Abi Thalib sebagai khalifah. Ali memerintah
hanya enam tahun. Selama masa pemerintahannya, ia menghadapi berbagai
pergolakan. Tidak ada masa sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil. Setelah menduduki jabatan khalifah, Ali memecat para gubernur
yang diangkat oleh Utsman. Dia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi
karena keteledoran mereka. Dia juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan
Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara,
dan memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam
sebagaimana pernah diterapkan Umar.
Tidak lama
setelah itu, Ali ibn Abi Thalib menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan
Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka
menuntut bela terhadap darah Utsman yang telah ditumpahkan secara zalim. Ali
sebenarnya ingin sekali menghindari perang. Dia mengirim surat kepada Thalhah
dan Zubair agar keduanya mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara
damai. Namun ajakan tersebut ditolak. Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun
berkobar. Perang ini dikenal dengan nama Perang Jamal (Unta), karena Aisyah
dalam pertempuran itu menunggang unta, dan berhasil mengalahkan lawannya.
Zubair dan Thalhah terbunuh ketika hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah
ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu,
kebijaksanaan-kebijaksanaan Ali juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari
gubernur di Damaskus, Mu'awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggi yang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair, Thalhah dan Aisyah, Ali
bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah besar tentara. Pasukannya bertemu
dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin. Pertempuran terjadi di sini yang dikenal
dengan nama perang shiffin. Perang ini diakhiri dengan tahkim (arbitrase), tapi
tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan timbulnya
golongan ketiga, al-Khawarij, orang-orang yang keluar dari barisan Ali.
Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat Islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut) Ali, dan
al-Khawarij (oran-orang yang keluar dari barisan Ali). Keadaan ini tidak
menguntungkan Ali. Munculnya kelompok al-khawarij menyebabkan tentaranya
semakin lemah, sementara posisi Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20
ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh oleh salah seorang anggota Khawarij.
Kedudukan Ali
sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan.
Namun, karena Hasan tentaranya lemah, sementara Mu'awiyah semakin kuat, maka
Hasan membuat perjanjian damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam
kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah Mu'awiyah ibn Abi Sufyan. Di
sisi lain, perjanjian itu juga menyebabkan Mu'awiyah menjadi penguasa absolut
dalam Islam. Tahun 41 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal dalam sejarah
sebagai tahun jama'ah ('am jama'ah)! Dengan demikian berakhirlah masa yang
disebut dengan masa Khulafa'ur Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah
dalam sejarah politik Islam.
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
Ketika itu wilayah kekuasaan Islam sangat luas. Ekspansi ke negeri-negeri yang sangat jauh dari pusat kekuasaannya dalam waktu tidak lebih dari setengah abad, merupakan kemenangan menakjubkan dari suatu bangsa yang sebelumnya tidak pernah mempunyai pengalaman politik yang memadai. Faktor-faktor yang menyebabkan ekspansi itu demikian cepat antara lain adalah:
DOWNLOAD MAKALAH LENGKAPNYA DISINI
loading...
0 Comment to "Makalah Sejarah Peradaban Islam : Masa Kemajuan Islam I (650-1000 M)"
Post a Comment