Sunday, March 11, 2018

Makalah Sosiologi Sebagai Ilmu Yang Mempelajari Masyarakat


MAKALAH SOSIOLOGI
SOSIOLOGI SEBAGAI ILMU YANG MEMPELAJARI
MASYARAKAT DAN LINGKUNGAN


BAB I
PENDAHULUAN
 A.     Latar Belakang
Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method. Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu.

 Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide).

B.     Pembahasan
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi actor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti oleh pelakukunya. Tugas sosiologi adalah mencari penjelasan tentang makna subjektif dari tindakan-tindakan sosial yang dilakukan oleh individu.
BAB II
PEMBAHASAN
 A.     Definisi Sosiologi
1.      Berdasarkan Etimologi (Kebahasaan/Asal Kata)
Secara kebahasaan nama sosiologi berasal dari kata socious, yang artinya ”kawan” atau ”teman” dan logos, yang artinya ”kata”, ”berbicara”, atau ”ilmu”. Sosiologi berarti berbicara atau ilmu tentang kawan. Dalam hal ini, kawan memiliki arti yang luas, tidak seperti dalam pengertian sehari-hari, yang mana kawan hanya digunakan untuk menunjuk hubungan di anatra dua orang atau lebih yang berusaha atau bekerja bersama. Kawan dalam pengertian ini merupakan hubungan antar-manusia, baik secara individu maupun kelompok, yang meliputi seluruh macam hubungan, baik yang mendekatkan maupun yang menjauhkan, baik yang menuju kerpada bentuk kerjasama maupun yang menuju kepada permusuhan. Jadi, sosiologi adalah ilmu tentang berbagai hubungan antar-manusia yang terjadi di dalam masyarakat. Hubungan antar-manusia dalam masyarakat disebut hubungan sosial.

2.      Definisi Menurut Para Ahli Sosiologi
Secara umum sosiologi dapat diberi batasan sebagai studi tentang kehidupan sosial manusia, kelompok dan masyarakat. Berikut dikemukakan definisi sosiologi dari beberapa ahli sosiologi.
a)      Van der Zanden memberikan batasan bahwa sosiologi merupakan studi ilmiah tentang interaksi antar-manusia.
b)      Roucek dan Warren mendefinisikan sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antar-manusia dalam kelompok.
c)      Pitirim A. Sorokin menyatakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari: (1)hubungan dan pengaruh timbal-balik antara aneka macam gejala sosial, misalnya gejala ekonomi dengan agama, keluarga dengan moral, hukum dengan ekonomi, gerak masyarakat dengan politik, dan sebagainya, (2) hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial dengan gejala nonsosial, misalnya pengaruh iklim terhadap watak manusia, pengaruh kesuburan tanah terhadap pola migrasi, dan sebagainya, dan (3) ciriciri umum dari semua jenis gejala sosial yang terjadi dalam masyarakat
d)      Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi dalam bukunya yang berjudul Setangkai Bunga Sosiologi menyatakan bahwa sosiologi atau ilmu masyarakat ialah ilmu yang mempelajari struktur sosial dan proses sosial, termasuk perubahan-perubahan sosial. Struktur sosial merupakan jalinan atau konfigurasi unsur-unsur sosial yang pokok dalam masyarakat, seperti: kelompok-kelompok sosial, kelas-kelas sosial, kekuasaan dan wewenang, lembaga-lembaga sosial maupun nilai dan norma sosial. Proses sosial merupakan hubungan timbal-balik di antara unsur-unsur atau bidang-bidang kehidupan dalam masyarakat melalui interaksi antar-warga masyarakat dan kelompok-kelompok.

B.     Sejarah dan Perkembangan Sosiologi
1.      Sejarah Kelahiran Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi masih cukup muda, bahkan paling muda di antara ilmu-ilmu sosial yang lain. Tokoh yang oleh banyak pihak dianggap sebagai Bapak Sosiologi adalah Auguste Comte, seorang ahli filsafat dari Perancis yang lahir pada tahun 1798 dan meninggal pada tahun 1853.
Walaupun sebenarnya pada akhir abad pertengahan adalah Ibnu Khaldun (1332-1406), yang mengemukakan tentang beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa sejarah. Menurut beberapa sosiolog, Ibnu Khaldun lah yang lebih tepat sebagai Bapak Sosiologi, karena jauh sebelum Comte ia telah mengemukakan tentang prinsip-prinsip sosiologi dalam bukunya yang berjudul Muqodimah. Auguste Comte mencetuskan pertama kali nama sociology dalam bukunya yang berjudul Positive Philoshopy yang terbit pada tahun 1838. Pada waktu itu Comte menganggap bahwa semua penelitian tentang masyarakat telah mencapai tahap terakhir, yakni tahap ilmiah, oleh karenanya ia menyarankan semua penelitian tentang masyarakat ditingkatkan menjadi ilmu yang berdiri sendiri, lepas dari filsafat yang merupakan induknya. Pandangan Comte yang dianggap baru pada waktu itu adalah bahwa sosiologi harus didasarkan pada observasi dan klasifikasi yang sistematis, dan bukan pada kekuasaan serta spekulasi.
Di samping mengemukakan istilah sosiologi untuk ilmu baru yang berasal dari filsafat masyarakat ini, Comte juga merupakan orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ilmu-ilmu lainnya. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakan tahap theologis, kedua adalah tahap metafisik, dan ketiga adalah tahap positif.
Pada tahap pertama manusia menafsirkan gejala-gelajala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan adikodrati yang dikendalikan oleh roh, dewa, atau Tuhan yang Maha Kuasa. Pada tahap kedua manusia mengacu pada hal-hal metafisik atau abstrak, pada tahap ketiga manusia menjelaskan fenomena-fenomena ataupun gejala-gejala dengan menggunakan metode ilmiah, atau didasarkan pada hukum-hukum ilmiah. Di sinilah sosiologi sebagai penjelasan ilmiah mengenai masyarakat. Dalam sistematika Comte, sosiologi terdiri atas dua bagian besar, yaitu: (1) sosiologi statik, dan (2) sosiologi dinamik. Sosiologi statik diibaratkan dengan anatomi sosial/masyarakat, sedangkan sosiologi dinamik berbicara tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat.

2.      Perkembangan Sosiologi Setelah Comte
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat. Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method.
Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu. Dalam suatu jenis bunuh diri yang dinamakan altruistic suicide disebabkan oleh derajat integrasi sosial yang sangat kuat. Misalnya dalam satuan militer, dapat saja seorang anggota mengorbankan dirinya sendiri demi keselematan satuannya.
Sebaliknya, dalam masyarakat yang derajat integrasi sosialnya rendah, akan mengakibatkan terjadinya bunuh diri egoistik (egoistic suicide). Derajat integrasi sosial yang rendah dapat disebabkan oleh lemahnya ikatan agama ataupun keluarga. Seseorang dapat saja melakukan bunuh diri karena tidak tahan menderita penyakit yang tidak kunjung sembuh, di lain sisi ia merasa tidak mempunyai ikatan apapun dengan anggota keluarga atau masyarakat yang lain. Pada masyarakat yang dilanda kekacauan, anggota-anggota masyarakat yang merasa bingung karena tidak adanya norma-norma yang dapat dijadikan pedoman untuk mencapai kebutuhan-kebutuhan hidupnya, dapat saja melakukan bunuh diri jenis anomie (anomic suicide). Berbagai macam jenis bunuh diri ini, oleh Durkheim dinyatakan sebagai peristiwa yang terjadi bukan karena faktor-faktor internal individu, melainkan dari pengaruh faktorfaktor eksternal individu, yang disebut fakta sosial..
Banyak pihak kemudian mengakui bahwa Durkheim sebagai ”Bapak Metodologi Sosiologi”. Durkheim bukan saja mampu melambungkan perkembangan sosiologi di Perancis, tetapi bahkan berhasil mempertegas eksistensi sosiologi sebagai bagian dari ilmu pengetahuan ilimiah (sains) yang terukur, dapat diuji, dan objektif. Menurut Durkheim, tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang disebut fakta sosial. Fakta sosial adalah cara-cara bertindak, berfikir, dan berperasaan yang berasal dari luar individu, tetapi memiliki kekuatan memaksa dan mengendalikan individu. Fakta sosial dapat berupa kultur, agama, atau isntitusi sosial.
Perintis sosiologi yang lain adalah Max Weber. Pendekatan yang digunakan Weber berbeda dari Durkheim yang lebih menekankan pada penggunaan metodologi dan teknik-teknik pengukuran kuantitatif dari pengaruh faktor-faktor eksternal individu. Wever lebih menekankan pada pemahaman di tingkat makna dan mencoba mencari penjelasan pada faktor-faktor internal individu. Misalnya tentang tindakan sosial. Tindakan sosial merupakan perilaku individu yang diorientasikan kepada pihak lain, tetapi bermakna subjektif bagi aktor atau pelakunya. Makna sebenarnya dari suatu tindakan hanya dimengerti oleh pelakukunya.



C.     Karakteristik Sosiologi
Sebagai ilmu, sosiologi memiliki sifat hakikat atau karakteristik sosiologi:
1.    Merupakan ilmu sosial, bukan ilmu kealaman ataupun humaniora
2.    Bersifat empirik-kategorik, bukan normatif atau etik; artinya sosiologi berbicara apa adanya tentang fakta sosial secara analitis, bukan mempersoalkan baik-buruknya fakta sosial tersebut. Bandingkan dengan pendidikan agama atau pendidikan moral.
3.    Merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat umum, artinya bertujuan untuk menghasilkan pengertian dan pola-pola umum dari interaksi antar-manusia dalam masyarakat, dan juga tentang sifat hakikat, bentuk, isi dan struktur masyarakat.
4.    Merupakan ilmu pengetahuan murni (pure science), bukan ilmu pengetahuan terapan (applied science)
5.    Merupakan ilmu pengetahuan yang abstrak atau bersifat teoritis. Dalam hal ini sosiologi selalu berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hasil observasi. Abstraksi tersebut merupakan kerangka dari unsur-unsur yang tersusun secara logis serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat sehingga menjadi teori.

D.    Kegunaan Sosiologi dan Peran Sosiolog Dalam Masyarakat
Sosiologi dipelajari untuk apa? Dengan pertanyaan lain mengapa kita belajar sosiologi? Sebenarnya di mana dan sebagai apa seorang sosiolog dapat berkiprah, tidak mungkin dapat dibatasi oleh sebutan-sebutan dalam administrasi okupasi (pekerjaan/mata pencaharian) resmi yang dileluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Di beberapa negara telah muncul pengakuan terhadap sumbangan dan peran sosiolog di berbagai bidang kehidupan dan pembangunan.
Horton dan Hunt (1987) menyebutkan beberapa profesi yang pada umumnya diisi oleh para sosiolog: (1) ahli riset, baik itu riset ilmiah (dasar) untuk perkembangan ilmu pengetahuan ataupun riset yang diperlukan untuk kepentingan industri (praktis), (2) konsultan kebijakan, khususnya untuk membantu untuk memprediksi pengaruh sosial dari suatu kebijakan dan/atau pembangunan, (3) sebagai teknisi atau sosiologi klinis, yakni ikut terlibat di dalam kegiatan perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan dalam masyarakat, (4) sebagai pengajar/pendidik, dan (5) Sebagai pekerja sosial (social worker).
Di luar profesi yang disebutkan oleh Horton dan Hunt tersebut, tentu masih banyak profesi yang dapat digeluti oleh seorang sosiolog. Banyak bukti menunjukkan, bahwa dengan kepekaan dan semangat keilmuannya yang selalu berusaha membangkitkan sikap kritis, para sosiologi banyak yang berkarier cemerlang di berbagai bidang yang menuntut kreativitas, misalnya dunia jurnalistik. Di jajaran birokrasi, para sosiolog sering berpeluang menonjol dalam karier karena kelebihannya dalam dalam visinya atas nasib rakyat.
Seiring dengan perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat, keterlibatan para sosiolog di berbagai bidang kehidupan akan semakin penting dan sangat diperlukan. Perubahan sosial yang terjadi dalam masyarakat akan menuntut penyesuaian dari segenap komponen masyarakat yang menuntut kemampuan mengantisipasi keadaan baru. Para sosiolog pada umumnya unggul dalam hal penelitian sosial, sehingga perannya sangat diperlukan.
   
BAB III
INTERAKSI SOSIAL

A.     Pengertian
Kata Interaksi berasal dari kata ”inter” yang artinya ”antar ” dan ”aksi ” yang artinya tindakan. Interaksi berarti antar-tindakan. Kata sosial berasal dari ”socious” yang artinya teman/kawan, yaitu hubungan antar-manusia. Interaksi sosial terjadi ketika ada seseorang atau kelompok orang melakukan suatu tindakan kemudian dibalas oleh pihak lain (individu atau kelompok) dengan perilaku/atau tindakan tertentu.
Proses berlangsungnya interaksi dapat digambarkan sebagai berikut,
1.      Ada dua orang atau lebih
2.      Terjadi kontak sosial (hubungan sosial)
3.      Terjadi komunikasi sosial (penyampaian pesan/informasi menggunakan simbol-simbol)
4.      Terjadi reaksi atas komunikasi
5.      Terjadi hubungan timbal-balik yang dinamik di antara individu dan/atau kelompok dalam masyarakat
Berdasarkan proses tersebut, dapat diketahui bahwa ada dua syarat utama terjadinya interaksi sosial, yaitu kontak dan komunikasi sosial. Kontak adalah hubungan yang terjadi di antara dua individu/kelompok. Kontak dapat berupa kontak fisik, misalnya dua orang bersenggolan atau bersentuhan, dapat juga nonfisik, misalnya tatapan mata di antara dua orang yang saling bertemu.
Sedangkan komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dari suatu pihak (individu atau kelompok) kepada pihak lain (individu atau kelompok) menggunakan simbol-simbol. Simbol dalam komunikasi dapat berupa apa saja yang oleh penggunanya diberi makna tertentu, bisa berupa kata-kata, benda, suara, warna, gerakan anggota badan/isyarat.
Sebagaimana pengertian simbol yang dikemukakan oleh Ahli Antropologi Amerika Serikat bernama Leslie White, dalam The Evolution of Culture (1959) , bahwa simbol adalah sesuatu yang nilai atau maknanya diberikan oleh mereka yang mempergunakannya. Nilai dan makna tersebut tidak ditentukan oleh sifat-sifat yang secara intrinsik terdapat dalam bentuk fisiknya.
Proses komunikasi dinyatakan berhasil apabila simbol-simbol yang digunakan dipahami bersama oleh pihak-pihak yang terlibat, baik komunikator (pihak yang menyampaikan pesan) dan komunikan (pihak yang menerima pesan). Kontak dan komunikasi sebagai syarat utama terjadinya interaksi sosial dapat berlangsung secara primer maupun sekunder. Kontak atau komunikasi primer adalah yang berlangsung secara tatap muka (face to face), sedangkan kontak atau komunikasi sekunder dibedakan menjadi dua macam, yaitu langsung dan tidak langsung. Kontak/komunikasi sekunder langsung terjadi melalui media komunikasi, seperti surat, e-mail, telepon, video call, chating, dan semacamnya, sedangkan kontak/komunikasi sekunder tidak langsung terjadi melalui pihak ketiga.

B.     Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Interaksi sosial baik yang berlangsung antara individu dengan invidu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok, dipengaruhi oleh faktor-faktor imitasi, identifikasi, sugesti, dan simpati.
1.      Imitasi merupakan tindakan meniru pihak lain, dalam hal tindakan dan penampilan, seperti cara berbicara, cara berjalan, cara berpakaian, dan sebagainya. Seorang individu melakukan imitasi sejak di lingkungan keluarga, teman sepermainan, ataupun teman sesekolahan. Meskipun demikian imitasi juga dapat berlangsung melalui media massa, misalnya televisi, radio, maupun internet.
2.      Identifikasi juga merupakan proses meniru, tetapi berbeda dengan imitasi. Peniruan pada imitasi tidak diikuti dengan pemberian makna yang dalam terhadap hal-hal yang ditiru, tetapi pada identifikasi diikuti dengan pemberian makna. Apabila seseorang mengidentifikasikan dirinya terhadap seseorang, maka dapat diartikan individu tersebut sedang menjadikan dirinya seperti orang lain tersebut, baik dalam tindakan maupun nilainilai, ideologi atau pandangan hidup tokoh yang dijadikannya sebagai rujukan/acuan/reference atau panutan.
3.      Sugesti merupakan pengaruh yang diterima oleh seseorang secara emosional dari pihak lain, misalnya pengaruh dari tokoh yang kharismatik, orang pandai, seperti dukun, paranormal, dokter, guru, tokoh yang menjadi idola, dan lain-lain . Apabila pengaruh tersebut diterima oleh seseorang berdasarkan pertimbangan rasional, maka disebut motivasi.
4.      Simpati merupakan kemampuan seseorang untuk merasakan diri dalam keadaan pihak lain. Misalnya seseorang merasa simpati kepada sahabatnya yang sedang mengalami musibah. Simpati juga dapat diartikan sebagai ketertarikan terhadap pihak lain karena telah menampilkan tindakan atau perilaku yang sungguh berkenan di hati. Apabila ketertarikan atau dalam merasakan keadaan orang lain tersebut diikuti dengan reaksireaksi fisiologis, misalnya meneteskan air mata, dapat disebut sebagai emphati.

C.     Berbagai Macam Norma Dalam Masyarakat
Dilihat dari tingkat sanksi atau kekuatan mengikatnya terdapat:
1.      Tata cara atau usage. Tata cara (usage); merupakan norma dengan sanksi yang sangat ringat terhadap pelanggarnya, misalnya aturan memegang garpu atau sendok ketika makan, cara memegang gelas ketika minum. Pelanggaran atas norma ini hanya dinyatakan tidak sopan.
2.      Kebiasaan (folkways). Kebiasaan (folkways); merupakan cara-cara bertindak yang digemari oleh masyarakat sehingga dilakukan berulang-ulang oleh banyak orang. Misalnya mengucapkan salam ketika bertemu, membungkukkan badan sebagai tanda penghormatan kepada orang yang lebih tua, dst.
3.      Tata kelakuan (mores). Tata kelakuan merupakan norma yang bersumber kepada filsafat, ajaran agama atau ideology yang dianut oleh masyarakat. Pelanggarnya disebut jahat. Contoh: larangan berzina, berjudi, minum minuman keras, penggunaan napza, mencuri, dst.
4.      Adat (customs). Adat merupakan norma yang tidak tertulis namun sangat kuat mengikat, apabila adat menjadi tertulis ia menjadi hukum adat.
5.      Hukum (law). Hukum merupakan norma berupa aturan tertulis, ketentuan sanksi terhadap siapa saja yang melanggar dirumuskan secara tegas. Berbeda dengan norma-norma yang lain, pelaksanaan norma hukum didukung oleh adanya aparat, sehingga memungkinkan pelaksanaan yang tegas.
Di samping lima macam norma yang telah disebutkan itu, dalam masyarakat masih terdapat satu jenis lagi yang mengatur tentang tindakan-tindakan yang berkaitan dengan estetika atau keindahan, seperti pakaian, musik, arsitektur rumah, interior mobil, dan sebagainya. Norma jenis ini disebut mode atau fashion. Fashion dapat berada pada tingkat usage, folkways, mores, custom, bahkan law.

D.    Bentuk Interaksi Sosial
Interaksi sosial sebagai proses sosial utama mempunyai dua bentuk pokok, yaitu (1) menjauhkan, dan (2) mendekatkan (Mark L. Knap). Ahli sosiologi lain, membedakan antara (1) interaksi asosiatif dan (2) disosiatif. Dua macam pembedaan ini sebenarnya tidaklah berbeda. Interaksi asosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang menguatkan ikatan sosial, jadi bersifat mendekatkan atau positif. Interaksi disosiatif merupakan bentuk interaksi yang merusak ikatan sosial, bersifat menjauhkan atau negatif.
Interaksi sosial asosiatif, meliputi berbagai bentuk kerjasama, akomodasi, dan asimilasi. Interaksi disosiatif meliputi bentuk-bentuk seperti persaingan/kompetisi, pertikaian/konflik, dan kontravensi.

E.     Interaksi Sosial dan Pembentukan Keteraturan Sosial
Keteraturan sosial terjadi apabila tindakan dan interaksi sosial di antara para warga masyarakat berlangsung sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku. Menurut para penganut teori fungsionalisme struktural, meskipun di dalam masyarakat terdapat unsur-unsur sosial yang saling berbeda, tetapi unsur-unsur tersebut cenderung saling menyesuaikan sehingga membentuk suatu keseimbangan (equilibrium) dalam kehidupan sosial. Sedangkan menurut para penganut teori konflik, keteraturan sosial akan terjadi apabila dalam masyarakat terdapat unsur sosial yang dominan (menguasai) atau adanya ketergantungan ekonomi satu terhadap lainnya.
Wujud nyata dari keseimbangan ini adalah keteraturan sosial, yaitu kondisi di mana cara berfikir, berperasaan dan bertindak serta interaksi sosial di antara para warga masyarakat selaras (konformis) dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang belaku dalam masyarakat yang besangkutan.
Keteraturan sosial akan tercipta dalam masyarakat apabila:
1.      Terdapat sistem nilai dan norma sosial yang jelas. Jika nilai dan norma dalam masyarakat tidak jelas akan menimbulkan keadaan yang dinamakan anomie (kekacauan norma).
2.      Individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
3.      Individu atau kelompok menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku
4.      Berfungsinya sistem pengendalian sosial (social control) berkembangnya keteraturan sosial dapat dicermati melalui bagan berikut! SOCIAL ORDER (TERTIB SOSIAL) Suatu sistem atau tatanan nilai dan norma yang diketahui, diakui dan dipatuhi KEAJEGAN (CONTINUITY) (Keteraturan yang tetap dan berlangsung terus menerus) POLA SOSIAL (Bentuk umum aktivitas atau interaksi sosial) Perilaku warga masyarakat dapat diramalkan oleh pihak lain, sehingga pihak lain tersebut menyesuakan perilakunya KETERATURAN SOSIAL.


BAB IV
PENUTUP

A.     Kesimpulan
Istilah sosiologi menjadi lebih populer setelah setengah abad kemudian berkat jasa dari Herbert Spencer, ilmuwan Inggris, yang menulis buku berjudul Principles of Sociology (1876), yang mengulas tentang sistematika penelitian masyarakat. Perkembangan sosiologi semakin mantap, setelah pada tahun 1895 seorang ilmuwan Perancis bernama Emmile Durkheim menerbitkan bukunya yang berjudul Rules of Sociological Method.
Dalam buku yang melambungkan namanya itu, Durkheim menguraikan tentang pentingnya metodologi ilmiah dan teknik pengukuran kuantitatif di dalam sosiologi untuk meneliti fakta sosial. Misalnya dalam kasus bunuh diri (suicide). Angka bunuh diri dalam masyarakat yang cenderung konstan dari tahun ke tahun, dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari luar individu.

B.     Saran
Kami selaku penyusun, menyadari masih banyak kekurangan dari isi   makalah ini. Oleh karena itu, penyusun berharap kritik dan saran dari  semua pembaca, demi kesempurnaan makalah ini.




DAFTAR PUSTAKA

Soerjono Soekanto.1982. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada.  
http://shoimnj.blogspot.co.id/2011/07/sosiologi-sebagai-ilmu-yang-mengkaji.html


DOWNLOAD MAKALAHNYA DISINI




loading...

Share this

0 Comment to "Makalah Sosiologi Sebagai Ilmu Yang Mempelajari Masyarakat"

Post a Comment